Jujur, ini pertama kali gue buat Part Story gini. Apalagi sampe post dan dijadiin catatan di fb. But, walaupun gitu, gue usahain spya bisa berkenan di hati para readers. Maaf kalau nanti ada bad word, typo, atau apalah. writers juga manusia biasa. Dan mohon kripik (kritik) dan sambal (saran) nya, ya, readers! Selamat membaca!Penulis,Hilda Liliana (fb)~~~~~
PevitaPerkenalkan, namaku Pevita Yezdie. Umurku 16 tahun. Aku tinggal di UK, London bersama keluargaku dan salah seorang sepupuku. Sepupuku bernama Danielle Peazer. Sebenarnya, aku seorang anak blasteran Eropa dan Australia. Ayah berasal dari Eropa, sedangkan Mama berasal dari Australia.
"Pev, ke studio Liam, yuk!" ajak Danielle.
"No, thanks!" balasku.
"Ayolah! Aku tau kau pasti rindu ingin bertemu dengan Harry juga, kan?"
"Apa kau bilang, huh?"
"Yaudah, hanya antar dan tunggu aku. Kau bisa tunggu di dalam mobil, if you want. Will not be long!" Danielle berjanji.
"Okelah!"
Begitulah aku! Kalian tahu, kan, sepupuku ini pacaran dengan salah satu personil One Direction. Siapa, sih, yang tidak tahu One Direction?
Tapi, walaupun begitu, aku tidak pernah bangga karena dekat dengan semua personil One Direction. Bagiku, mereka tidak istimewa. Sama sekali tidak istimewa! Kadang, aku heran, kenapa banyak yang bisa suka dengan mereka? Jadi, aku bersikap dingin kalau bertemu dengan mereka.
"Ingat janjimu, Dani! Awas saja kalau kau mengingkarinya!"
~~~
AuthorDi dalam studio...
"Hai, boys! Hai, Perry!" sapa Danielle ramah lalu berjalan menuju Liam yang sedang belajar bermain piano dengan Louis. Danielle langsung mendaratkan ciuman di pipi pacarnya itu.
"Hai, sweet!" sapa Liam.
"Naik apa ke sini, Dan?" tanya Zayn dari sudut ruangan.
"Naik mobil," jawab Danielle.
"Kau bisa menyetir?" tanya Louis.
"Siapa bilang? Pevita mengantarku. Dia menunggu di mobil sekarang."
"Huh? Kenapa tidak disuruh masuk?" kali ini Nial yang bertanya.
"Kau mau menyuruh orang yang kepalanya sekeras batu? Jangan harap berhasil! Yang ada dia akan membunuhmu dan melemparkanmu ke laut," Danielle bergidik ngeri.
Louis juga bergidik. "Kadang aku bertanya dalam hati, kenapa kau bisa bertahan sepupu dengan dia."
Mereka semua lalu kembali melanjutkan pekerjaan mereka tadi. Tiba-tiba, Harry berdiri lalu beranjak pergi.
"Aku mau ke supermarket dulu," pamit Harry sebelum dia beranjak ke luar.
Dan sebenarnya, Harry bukan ke supermarket. Dia ingin bertemu dengan Pevita. Sudah lama dia tidak melihat dan menanyakan kabar gadis itu, yang sudah dia anggap seperti adik sendiri. Tapi, karena sifat gadis itu yang dingin dengan One Direction, membuat dia susah berbicara degan gadis itu.
"Anda tersesat, Nona?" tanya Harry membuat Pevita hampir menumpahkan kopinya.
Pevita melihat ke arah Harry dan menatapnya sinis. "What do you want in here?"
"Aku hanya keluar mencari udara segar dan menemukanmu. Kau tahu, di dalam sangat sibuk dan terasa pengap. Bisa mati aku kalau lama-lama di dalam."
"Oh," respon Pevita sinis. "Yaudah, masuk sana! Nanti dikira kita apaan. Lagipula, aku tidak suka jika kau di sini dan berbicara denganku."
Harry mendnegus kesal. "Sampai kapan kau mau bersikap dingin terhadap aku dan One Direction?" desis Harry marah.
Pevita diam menatap Harry tajam.
"Kenapa kau bisa sebenci itu dengan kami? Aku tidak paham denganmu, Pevita. Tolong jangan bertingkah konyol!" seru Harry.
"Jadi, maumu aku harus bagaimana? Aku harus berteriak-teriak dan loncat-locat saat bertemu dengamu? Meminta tanda tanganmu, ciumanmu dan berfoto bersama denganmu?!" tanya Pevita marah. "Dengar, Harry, aku bukan cewek norak seperti mereka! Dan jangan paksa aku untuk berhenti bersikap dingin kepadamu atau ibumu atau sepupumu dan One Direction sekali pun!"
"Tapi, Pev, bukan begitu maksud aku. Aku hanya ingin kau dan aku dan One Direction berteman. Itu saja!"
"Kau kira kita sekarang apa? Aku dan One Direction sekarang berteman. Kalau kau kira aku memusuhi kalian itu salah! Bisa saja aku membunuh kalian satu per satu kalau aku membenci kalian," kata Pevita.
"Cuma sikap aku saja ke kalian yang dingin. Dan tentang itu, aku punya hak terhadap sikap-sikapku ke kalian dan kalian, terutama kau Harry, tidak perlu tahu alasannya!"
Pevita segera memutar kunci mobil dan tancap gas. Dia pergi. Dia lupa kalau dia harus menunggu Danielle keluar dari studio. Tapi, who cares? Dia bisa pulang dengan pacarnya. celutuk Pevita dalam hati.
~~~
Di studio...
"Danielle, lebih baik kau pulang dengan Liam. Pevita sudah pergi," kata Harry.
"Huh? Kau mengusirnya?" tanya Louis.
"Tidak. Tentu saja tidak!" jawab Harry.
"Lalu?"
"Sudahlah, Pevita memang seperti itu. Mungkin dia ada panggilan dosennya. Aku bisa pulang naik taxi," kata Danielle yang tidak mau mempersibuk pacarnya.
"Tidak, babe. Aku akan mengantarmu sebentar lagi."
Tiba-tiba Zayn datang menghampiri Harry. Dia berbisik sesuatu. Saat itu semuanya sudha kembali kekesibukan mereka masing-masing.
"Aku tahu itu pasti ada hubungannya denganmu, Haz. Iya, kan?" tanya Zayn.
"No, nothing to do with me!"
"Kau tidak bisa berbohong padaku, Harold! Kau mengajak dia berbicara lagi, kan?"
Harry menghela napasnya. "Iya. Dan kau tahu? Dia dingin. Lagi-lagi dia dingin."
"Kau akan tetap menyukainya? Oh, Harry, berhentilah! Masih banyak yang lain, yang lebih baik dan lebih mau menerima dirimu."
"Tidak, Zayn. Aku tidak bisa berhenti. Dia lain dari yang lain. Sikap dinginya yang buat aku tertarik."
to be continued~