~Pevita's POV~Lagi-lagi perasaan itu. Shit!! Kenapa bisa sehangat ini? Apa aku bermimpi? Sejak kapan tubuhnya hangat? Oh, aku baru ingat. Aku baru pertama kali seperti ini. Jujur, aku ingin kehangatan ini terus ada. Tapi, bisakah bukan ada pada Harry? Oh, Tuhan. Aku merasa sangat hangat dan nyaman. Dan lagi, aku bisa mendengar jantungnya. Lebih cepat dari detak jantung biasa. Shit!! ***~Author's POV~
"Kita ke mana?" tanya Harry tiba-tiba.
Pevita diam sebentar. Jujur, dia tidak ingin orang ini mengetahui dimana dia tinggal. Jadi, dia memutuskan untuk menggunakan alamat sahabatnya, Chloe! Dia akan turun tepat di depan pintu masuk kompleks rumah Chloe.
"Ke Golden Villa."
"Baiklah," ucap Harry sambil menambah kecepatan motornya.
"Tapi, antarkan saja aku sampai di depan pintu masuk kompleksnya."
Harry mengangguk patuh. dan setibanya di tempat tujuan, Pevita memberikan helm yang dikenakannya kepada Harry lalu bernapas lega. Fiuhh!
"Jadi, kau akan selesai jam berapa?" tanya Harry yang membuat Pevita heran dan terbelalak.
Apa dia mengetahuinya? tanyanya dalam hati.
"A...apa?"
"Kau akan selesai dan pulang jam berapa? Aku, kan, sudah bilang, aku akan mengantarmu sampai ke rumahmu."
Pevita mengatur pernapasannya. "Ini, ini rumahku. Tepatnya di dalam kompleks ini."
Harry tertawa kecil. "Aku bukan orang bodoh, Pevita. Rumahmu bukan di sini!"
"Rumahku di sini. Kau tidak percaya?" Pevita tetap bersikeras.
"Lalu, bagaimana dengan ini?" tanya Harry sambil mengeluarkan iPhone-nya lalu menunjukkan sebuah chat dengan Danielle tentang alamat rumah tempat tinggalnya. "Danielle mengirimkannya barusan."
Oh, Danielle, kau sungguh bodoh, bodoh, bodoh! Sekarang kau membuatku malu! Oh, Danielle, mau taruh dimana mukaku ini?! Sungguh bodoh!"Jadi?" tanya Harry.
Pevita menghirup napas lalu menghembuskannya. "Aku tetap di sini dan kau kembali saja ke studio. Aku bisa pulang sendiri."
"Ta, tapi--" perkataannya terpotong.
"Pergi saja! Aku bisa pulang sendiri. Aku tahu kau masih banyak urusan. Pulanglah!" kata Pevita cepat-cepat.
"Aku bertanggung jawab mengantarmu karena tadi aku sudah berjanji. Lagipula, aku sudah mengatakan kepada yang lain kalau aku mengantarmu. Dan misalnya kalau kau mengalami sesuatu yang tidak mengenakkan di jalan, pasti aku yang disalahkan pertama. Kau mengerti?"
"Pulanglah, aku sudah dewasa. Aku bisa menjaga diriku sendiri."
Harry diam tapi dia tetap berada di situ.
Pevita menjadi jengkel dengan sikap keras kepala Harry. "Aku heran kepadamu. Kenapa kau berambisi sekali untuk mengantarku pulang?! Kau terlihat ingin sekali mengetahui tentang dimana aku tinggal, apa hobiku, berapa saudaraku dan semua seluk beluk tentangku. Asal kau tahu, Harry, aku benci orang seperti itu!"
Harry diam.
"Pulanglah, kumohon. Kalau kau mengantarku, itu hanya membuat semua menjadi rumit," kata Pevita dengan volume suara kecil.
"Naiklah! Aku tidak akan pulang sebelum mengantarmu."
"Komohon, mengertilah!"
"Kau akan terus bersikap seperti ini kepadaku? Kepada One Direction? Berhentilah, Pevita, kumohon. Kami hanya ingin mengenalmu lebih jauh saja. Hanya itu, tidak ada maksud buruk yang lain. Dan jujur, aku sangat ingin mengenalmu," kata Harry sambil menatap ke dalam bola mata biru milik Pevita.
Pevita mengalihkan pandangannya. "Tidak. Aku tidak bisa."
"Kenapa?"
Pevita diam.
"Naiklah, biarkan kali ini aku mengantarmu!" perintah Harry.
Pevita masih diam mematung. Harry pun segera menarik tangan Pevita dan menyerahkan helm. Akhirnya dia naik dan Harry segera menancap gas.
***
Pevita segera melepaskan helm yang digunakannya lalu mengembalikannya kepada Harry. "Thanks," ucap Pevita singkat dan segera masuk ke dalam rumahnya.
Harry cepat-cepat menjegatnya dengan menahan tangan Pevita.
"Apa?" tanya Pevita.
"Bisakah kau mencoba berhenti bersikap dingin kepada kami? Hanya mencoba. Kumohon. Kalaupun tidak akan menghasilkan apa-apa akhirnya, setidaknya kau sudah mencoba. Itu lebih berarti."
Pevita terdiam. Dia berpikir jawaban yang terbaik. Dia merasa nyaman jika berada di dekat Harry. Merasa hangat dan dicintai. Tapi, kalau dia menerimanya, apa yang ditakutkannya bisa saja datang menghantuinya. Dan, kalau dia tidak menerimanya, apakah perasaan yang dia rasakan masih bisa dia dapatkan pada diri orang lain selain Harry? Ini membuatnya benar-benar bingung.
"Pevita, setidaknya kau bisa tahu perasaanmu yang sebenarnya, karena aku tahu, selama ini kau hanya membohongi dirimu sendiri."
Pevita menatap Harry tajam. "Tahu apa kau tentang hidupku? Mungkin aku salah telah menerima tawaran laki-laki cerewet sepertimu tadi. Sekarang pergilah!"
"Baiklah, mungkin aku hanya membuang-buang waktumu di sini. Soal tawaran itu, lupakan saja. Mungkin memang kau tidak akan merasa nyaman di antara kami," katanya putus asa. "Maafkan soal perkataanku tadi!"
What? Tidak akan merasa nyaman kau bilang? Kau bercanda? Oh, tidak, tentu kau sudah membuatku nyaman, Harry.Jujur, aku ingin sekali jadi temanmu, tapi di sisi lain, entah kenapa perasaan benci dan ingin menghindarimu tiba-tiba muncul. Dan aku rasa, aku tidak bisa mengontrolnya. Aku tidak bisa menghilangkan perasaan benci dan membiarkan perasaan bersahabat menang. Aku tidak bisa! Dan kau tahu? Pada akhirnya, jadilah aku yang seperti sekarang. Aku yang bersikap dingin kepadamu dan teman-temanmu. Aku yang menganggap kau membuat semuanya rumit. Aku yang mengklaim dirimu sebagai orang yang tidak pantas menjadi temanku. Bagaimana dengan yang kau katakan tadi? Masih bisakah aku mencoba menjadi temanmu setelah mengusirmu tadi? Hahaha, apa yang kupikirkan? Menjadi temanmu setelah bersikap dingin denganmu? Oh, tidak! Tapi, bagaimana kalau perkataanmu tadi benar? Hidupku hanya kebohongan yang bagian sebenarnya sedang kusembunyikan? Aku ingin kebenaran. Entah kenapa tubuh ini menjalankan semua kebohongan. Tapi, semua itu belum benar kebohongan.Jujur, aku takut, bimbang pada perasaan ini. Aku benci pada diriku yang ini! tuturnya panjang lebar dalam hati.
Pevita menghela napasnya. "Eh, Harry, jemput aku besok. Aku ingin ke studio. Ini, nomorku. Simpan saja. Kupikir, kita bisa jadi teman," ucap Pevita sambil memberikan selembar kartu nama. Pevita tersenyum kecil.
Harry terlihat sangat gembira. "Baiklah."
Mudah-mudahan ini tepat, Tuhan!***
"Selamat tinggal, Ma! Aku cinta Mama," pamit Pevita pada Mamanya yang sedang memasak di dapur.
Ya, hari ini, dia akan mengambil mobil sialannya yang membuatnya bertemu dengan Harry Styles -- orang yang disikapdingini olehnya-- kemarin. Dan lagi, dia akan diantar oleh orang itu! ZINKKKK!! Itu membuatnya semakin jengkel dengan orang itu. Tapi, mau apa lagi? Dia sudah terlanjur melontarkan kata-kata 'Kupikir kita bisa jadi teman'. Sungguh bodohnya dirinya!
Karena itu, dia bertekad dalam hati, untuk bersikap biasa-biasa saja.
"Lama?" tanya Pevita.
"Tidak. Naiklah!" perintahnya sambil mengambil helm yang diberikan oleh Harry.
Oke, singkatnya, mereka sudah sampai di studio saat Maddeline dan Ayahnya juga tiba di sana.
"Hei, tumben kau ke sini sendiri. Soal kemarin, maafkan aku telah meninggalkanmu sendiri," kata Maddeline.
"Tak apa. Mobilku mogok kemarin. Jadi kutinggalkan saja di sini. Dan sekarang sudah bagus karena Harry telah memanggil montir untuk mengerjakannya."
"Harry? Oh, Pevita, kau harus ceritakan semuanya!" serunya sambil menarik tanganku ke taman belakang studio.
Sesanmpainya di sana, Pevita menceritakan semuanya. Dari Harry menawarkan boncengan, dia menolak tawaran Harry, membohongi Harry tentang alamatnya, mengusir Harry, sampai saat dia menyutujui untuk berteman atau lebih ramah kepada Harry dan teman-temannya. Maddeline terbelalak mendnegar semuanya.
"Kau dalam kerumitan besar!" serunya.
"Aku tahu! Tapi, entah kenapa kata-kata itu meluncur langsung dari mulutku. Aku tidak tahu kenapa! Ini hampir membuatku gila semalam!"
"Kau sudah membuat ini semakin rumit, Pevita. Kau bisa saja mencoba menjadi temannya. Tapi, kita tidak akan tahu ke depannya bagaimana. Mungkin saja, yang kau takutkan selama ini akan terjadi."
Pevita menggeliat resah. "Jadi, menurutmu, aku harus bagaimana?" tanya Pevita.
"Jauhi mereka. Bersikaplah biasa-biasa saja. Sama seperti sikapmu sebelum kau bilang kata-kata itu."
Pevita berpikir panjang. "Kupikir hanya itu yang tersisa."
Maddeline mendapat pesan teks dari Ayahnya. Katanya, mereka harus segera kembali ke studio karena ada yang ingin disampaikan.
Mereka pun kembali dan singkatnya, mereka sudah di dalam studio lengkap bersama The Boys.
"Aku sudah dengar tentang keahlianmu dalam mengedit video, Pevita. Begini, aku akan memberikan tawaran pekerjaan mengedit video mereka di sini berhubung editor video sedang ada cuti selama sebulan. Bagaimana? Soal bayaran, pasti akan setimpal dengan kinerja yang kau berikan," kata Ayah Maddeline.
Sungguh senangnya hati Pevita karena pekerjaan yang ia damba-dambakan selama ini datang pada umurnya yang masing muda. Apalagi, bekerja dengan produser ternama yang sudah melahirkan band ternama yaitu One... tunggu dulu! Harusnya dia menjauhi mereka. Tapi, menjadi editor video di sini otomatis membuatnya bertemu anak-anak konyol itu setiap hari selama sebulan.
Satu lagi hal yang membuat Pevita bingung. Kali ini, dia berpikir lama sekali.
"Bukannya aku tidak mau, tapi...," katanya pelan dan agak lambat dan ragu.
"Kami mohon, Pevita, kami snagat membutuhkan seseorang editor sekarang. Apalagi, kemampuanmu hampir setara dengan editor kami. Kemampuan yang profesional."
"Terima kasih atas pujiannya. Tapi, aku benar-benar tidak..."
"Kami sangat mohon, Pevita," ucap Ayah Maddeline lagi.
Pevita pun segera menoleh ke arah Maddeline. Wajahnya berharap agar dirinya menerima tawaran Ayahnya. Dan Pevita membalas dengan tatapan tapi-aku-akan-bertemu-dengan-mereka-setiap-hari!
Pevita akhirnya berbalik ke arah Ayah Maddeline setelah berpikir lama. "Baiklah, kupikir tidak ada masalahnya untuk mencoba."
Bagus, kau membuat keputusan yang membuat hidupmu menjadi tambah rumit. Aduhhh, kenapa kau sebodoh itu, Pevitaaaa?? Tenang,tenang,tenang! Kalaupun aku harus bertemu mereka setiap hari, masih ada rencana kedua yang bisa kupakai untuk menghindari mereka. Ya, bersikap biasa saja! Mudah-mudahan tidak ada yang rumit lagi setelah ini! kata Pevita dalam hati.
***
to be continue~Nb: belum seru-serunya, sih, di part ini. Tapi, berharap dapat respon bagus dari readers sekalian. Ini langsung murni, loh! Belum di edit. Jadi, kalau ada typo atau sebagainya, tolong dimaapin! Writers juga manusia biasa. ^^v Saran dan kritik jangan lupa, loh!! don't forget to Like yooo (y)